Mirip wayang, berbentuk deret segitiga, Gili ini tidak boleh dikunjungi karena dikeramatkan oleh warga sekitar. Jika seseorang nekat mengunjunginya, hal itu bisa menyebabkan kem4ti4n.
Gerbang Dimensi, Pulau Terlarang: Gili Wayang, Selong Belanak
Pada tahun 2009, Pantai Selong Belanak masih merupakan sebuah destinasi wisata lokal. Jarang sekali terlihat turis di pantai yang indah ini. Satu-satunya hotel yang ada saat itu adalah Villa Sempiak yang berdiri megah di atas bukit menghadap ke laut biru dan deretan Gili Wayang yang memagari laut, menghadang amukan ombak.
Saat itu, saya didatangkan langsung dari Bali oleh seorang pengusaha real estate asal Inggris yang meminta saya untuk membantunya membaca peluang pengembangan Villa Resort dan juga Investasi Real Estate di daerah tersebut.
Note:
Saya Putra asli Lombok Tengah yang saat itu menetap di Bali dan bekerja di salah satu perusahaan pengembang Real Estate yang cukup ternama. Jadi, saya bukanlah orang luar daerah yang datang melihat keindahan Pantai Selong Belanak sebagai turis, melainkan sebagai seorang Putra Lombok yang berhasil diyakinkan oleh seorang pengusaha asal Inggris untuk pulang melihat potensi kemajuan Pariwisata di tanah kelahiran saya, yaitu Lombok Tengah. Kunjungan saya ke Selong Belanak saat itu adalah kali kedua. Karena pada saat kelas 4 SD, saya pernah ikut acara Pesiar Sekolah ke pantai ini.
Kembali ke cerita:
Untuk bisa melakukan tugas tersebut, saya harus dapat mengenali segala hal yang saya lihat dan dengar tentang Selong Belanak.
Saya berdiskusi dengan salah seorang ustadz yang ada di sana, yaitu Ustadz Zuhron, untuk mempelajari tingkat keterbukaan masyarakat terhadap pendatang. Saya juga bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat lainnya untuk mengetahui kesiapan mereka terhadap pengembangan pariwisata. Saya diperkenalkan kepada mereka oleh Mamiq Gufron, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Selong Belanak.
Salah seorang tokoh masyarakat yang kami temui (saya lupa namanya) adalah seorang pemangku adat. Beliau bertugas membantu masyarakat setempat dengan berbagai ritual adat untuk keselamatan para Nelayan yang turun melaut, khususnya mereka yang ingin melewati sebuah Pulau bernama Gili Wayang.
Gili Wayang adalah rangkaian tiga pulau berbentuk segitiga yang tegak berdiri di tengah laut, seperti mercusuar yang berfungsi menjaga pantai Selong Belanak dari amukan ombak. Bagi kebanyakan orang, Gili ini menjadi fokus utama saat mengunjungi pantai Selong Belanak. Keberadaannya menjadi ikon yang menambah pesona pantai Selong Belanak yang terkenal dengan garis pantainya yang panjang, pasir putih yang halus, dan beragam variasi ombak yang sangat diminati oleh peselancar.
Menurut bapak pemangku yang kami temui, Gili Wayang atau Gili Lawang adalah pulau misterius. Tidak hanya turis, banyak nelayan lokal yang nekat berkunjung mengalami kem4ti4n.
“Karena itulah Gili Wayang ini sangat disakralkan oleh masyarakat Selong Belanak.” Kata Pemangku Adat.
Konon, pada sekitar tahun 70-80an, terdapat seorang Nelayan muda yang nekat mengayuh perahu menuju Gili Wayang untuk menjaring ikan, dia sangat girang melihat banyaknya ikan yang tersangkut di kailnya. Semakin dia mendekat, jumlah ikan yang tertangkap semakin banyak. Saking terbuai oleh jumlah ikan yang begitu banyak, dia tidak menyadari bahwa perahunya telah menyentuh daratan di sebuah teluk kecil dengan sedikit pasir putih.
Di hadapannya terdapat sebuah perkampungan, rumah rumah kayu berjejer dengan rapi di apit oleh rimbun pepohonan hijau. Penduduk kampung tersebut terlihat lalu lalang dengan kesibukan mereka masing masing. Pandangan si pemuda kemudian tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk sambil menampi beras di teras rumah kayu. Wanita itu sangat cantik dengan rambut hitam panjang yang dibiarkan terurai. Dia juga mengenakan kemben dan kain tenun yang sangat indah. Sambil terus menampi beras, sesekali dia melemparkan senyum kepada si pemuda Nelayan.
Merasa seperti disapa, pemuda tersebut berjalan melewati warga lainnya dan menuju ke arah si wanita.
Melihat si pemuda semakin mendekat, wanita itu kembali melemparkan senyuman manis yang membuat hati si pemuda berdebar kencang.
Tanpa berkata apa-apa, wanita melepas nyiru di tangannya lalu bangkit dan berjalan ke arah hutan belakang rumahnya. Seolah dihipnotis, si pemuda mengikuti wanita itu ke arah hutan. Sesekali dia terpukau melihat akar akar pepohonan yang saling bertautan dan sangat tebal.
Mereka berjalan melewati pepohonan tersebut dan semakin jauh dari perkampungan. Akhirnya, wanita itu berhenti di depan tiga buah batu besar berbentuk segitiga yang terletak di tengah hutan. Dengan lembut, wanita itu meminta si pemuda untuk duduk di depan batu tersebut sambil berkata, “Di sinilah tempat di mana kita akan menetap untuk selamanya.”
Di pesisir pantai Selong Belanak, ratusan warga berkumpul dalam suasana penuh duka dan kesedihan. Salah seorang warga mereka yang pergi melaut telah satu bulan tidak pulang. Para anggota keluarga terlihat menangis sambil berdo’a agar orang yang dicari segera pulang.
Selain melakukan berbagai ritual, mereka juga mengeluarkan berbagai jenis peralatan berbahan besi seperti panci, wajan, dan sebagainya lalu memukulnya bersamaan. Suara bising, ratapan tangis, dan puji pujian doa berbaur dengan suara debur ombak yang menyelimuti pantai Selong Belanak.
Di tengah hutan, sang pemuda merasa kebingungan. Dia mendengarkan berbagai macam suara mengerikan keluar dari dalam batu dan begitu menoleh, wanita cantik di sampingnya tiba tiba menghilang bagaikan tertelan bumi.
Sang pemuda mulai panik, dia bangkit dari tempat duduknya lalu berlari sekencang kencangnya. Namun akar akar pohon seolah hidup dan membelenggu kakinya. Keringat dan air mata mulai bercucuran. Tetapi dia terus berusaha keras untuk bangkit dan kembali berlari, tetapi akar selalu berhasil merantai pergelangan kakinya.
Dalam keputusasaan, tiba tiba kabut gelap menyelimuti langit, angin bertiup kencang membenturkan pepohonan di sekitar. Dari balik kabut, kilat datang menyambar dan mengenai batu besar segitiga di belakangnya. Seketika itu juga batu tersebut runtuh dan mengeluarkan cahaya terang yang sayangnya membuat mata si pemuda menjadi buta.
“Ya, Allah berikanlah hamba hidup.” rintihnya lemah, lalu pingsan dalam dekapan rasa takut.
Ketika si pemuda membuka mata, dia sudah kembali berada di atas perahunya yang terdampar di antara bukit karang di salah satu sudut pantai Selong Belanak. Sayangnya, perahu tersebut kosong tanpa ikan seekorpun. Merasa bingung dan tak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya, dan masih diselimuti rasa takut, si pemuda itu berlari menuju kerumunan orang yang sedang mencarinya.
Sejak kejadian itu, Gili Wayang disakralkan oleh warga Selong Belanak dan tidak boleh dikunjungi sebelum melakukan kegiatan ritual adat.
Catatan:
Hingga awal tahun 2000-an, masyarakat Lombok, khususnya di pelosok desa masih sangat meyakini keberadaan sosok sosok ghaib yang bisa menyembunyikan manusia. Biasanya, mereka akan mengumpulkan seluruh warga dan membuat bunyi-bunyian dari besi untuk bisa mengembalikan orang yang hilang tersebut.
Cerita diatas berdasarkan sisa sisa ingatan saya akan kisah yang saya dengar di tahun 2009. Maafkan jika ada kesalahan
Gili Wayang, Selong Belanak
@didikhariadi
Ditulis Oleh : Adith R Alfath